News

Kabinet Gemuk Pasangan Gemoy Prabowo-Gibran, Perlukah?


Prabowo mempertimbangkan pembentukan kabinet yang lebih besar di bawah kepemimpinannya, termasuk satu kementerian yang mengawasi inisiatif makan siang gratis. Rencana ini pun mendapat sorotan dari para tokoh dan media asing.

Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka tengah menyusun kabinet yang akan menambah jumlah kementerian dari yang ada saat ini, yaitu 34 menjadi lebih dari 40. Beberapa pengamat mencatat bahwa Kabinet yang lebih besar adalah bagian dari upaya untuk memfasilitasi kemampuan pemerintahan baru untuk memenuhi janji-janji pemilu, termasuk penyediaan inisiatif makan siang gratis. 

Ketika ditanya oleh media tentang pembicaraan mengenai kabinet pemerintahan yang lebih besar, Gibran – yang merupakan Wali Kota Solo saat ini dan putra Presiden Joko Widodo – mengatakan bahwa masalah ini masih belum terselesaikan dan menunggu pertimbangan dari partai politik di koalisi Prabowo. “Masih dalam pembahasan, masih disempurnakan. Kita tunggu saja,” kata Pak Gibran di Solo, Selasa (7/5/2024). 

Koalisi tersebut – yang mendukung pencalonan Prabowo sebagai presiden – termasuk Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Demokrat, Golkar, dan Partai Amanat Nasional (PAN). Sejak ia memenangkan pemilu, dua partai lainnya – yaitu Partai Nasional Demokrat (Nasdem) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) – telah menunjukkan tanda-tanda bergabung dengan koalisi pemerintahan Prabowo. 

Di antara kementerian-kementerian baru yang diusulkan, menurut Gibran, termasuk satu kementerian yang secara khusus didedikasikan untuk mengelola program makan siang gratis seperti yang dijanjikan kedua pasangan ini pada saat kampanye pemilihan presiden Februari lalu. 

Gibran mengatakan bahwa program ini memerlukan kementerian yang berdedikasi mengingat kompleksitas yang terlibat dalam menjalankannya. “Program ini memerlukan anggaran yang besar karena distribusi, logistik, dan pengawasannya tidak mudah. ​​Perlu pembahasan lebih lanjut,” kata Gibran. 

Media berbasis di Singapura, Channel News Asia (CNA), Rabu (8/5/2024), ikut menyoroti rencana pembentukan kabinet gemuk pasangan yang saat kampanye mendapat julukan gemoy itu. Program makan siang gratis ini telah menjadi inti kampanye nasional pasangan ini sebelum Pemilihan Presiden pada 14 Februari. 

Prabowo dan Gibran meraih 59 persen suara dan telah resmi dinyatakan sebagai pemenang pemilu oleh KPU. Baik Prabowo maupun Gibran masing-masing akan dilantik sebagai presiden dan wakil presiden baru pada 20 Oktober. 

Gibran menekankan bahwa pemerintahan Prabowo berkomitmen untuk memastikan efektivitas program makan siang gratis dan dampaknya terhadap anak-anak sekolah. Namun, ia mengingatkan agar masyarakat bersabar terhadap program ini termasuk apakah akan melibatkan pembentukan kementerian tambahan. 

Partai Gerindra yang mengusung Prabowo juga tak menampik kemungkinan adanya kabinet yang lebih besar pada pemerintahan mendatang dengan penunjukan portofolio menteri tambahan. Wakil Ketua Umum Gerindra Habiburokhman mengatakan gagasan kabinet yang lebih besar tampaknya masuk akal karena Indonesia adalah negara yang besar.

“Dalam konteks sebuah negara, angka yang besar berarti besar, bagi saya bagus, negara kita adalah negara besar. Tantangan kita besar, target kita besar,” kata Habiburokhman, pada Senin (6/5/2024).

Presiden Joko Widodo yang akan lengser masih belum banyak berkomentar mengenai masalah ini. Ia hanya mengatakan semuanya akan diputuskan oleh presiden dan wakil presiden yang akan datang. “(Pertanyaan tentang) Kabinet masa depan harus ditanyakan kepada presiden terpilih,” kata Widodo pada Selasa (7/5/2024). Ia menyangkal rumor bahwa telah memberikan nasihat kepada Prabowo mengenai masalah ini. 

Spekulasi seputar perluasan kabinet pada pemerintahan mendatang telah menimbulkan kekhawatiran dari beberapa tokoh politik, termasuk mantan saingan Prabowo, Anies Baswedan. Menurut Anies, setiap perluasan kabinet harus mematuhi undang-undang yang ada. Berdasarkan peraturan yang berlaku saat ini, jumlah kementerian harus dibatasi sebanyak 34 kementerian.

Senada dengan Anies, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) juga memperingatkan terhadap “politisasi” perluasan posisi menteri di kabinet. Ia malah mendesak agar fokus lebih besar diberikan pada pelaksanaan program pemerintah dan bukan pada jumlah posisi kabinet. 

JK menambahkan bahwa karena pembicaraan mengenai perluasan pemerintahan tampaknya merupakan langkah politik, ia berharap pemberian jabatan menteri tambahan tidak hanya bertujuan untuk mengakomodasi kepentingan para pendukung Prabowo. “Kebutuhan pemerintahlah yang menentukan penunjukan menteri. Jangan terpaku pada angka, lebih utamakan program,” kata JK.

Menambah Ruang Kolusi dan Korupsi

Sementara Mantan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md meragukan urgensi penambahan jumlah kursi menteri. Menurutnya, tradisi ini akan terus dilakukan seiring dengan pergantian periode pemerintahan yang baru. “Nanti orang bikin kegiatan, pemilu menang, lalu karena terlalu banyak yang dijanjikan, menteri-menteri diperluas lagi,” kata Mahfud di Yogyakarta, Rabu (8/5/2024).

Mahfud menyinggung penambahan menteri yang terus terjadi sejak dulu hingga periode pemerintah sekarang. Setiap pemilu jumlah kursi akan terus bertambah hingga jumlahnya tak masuk akal. “Besok pemilu yang akan datang tambah lagi jadi 60, pemilu lagi tambah lagi karena kolusinya semakin meluas, rusak nih negara,” ucapnya.

Selain itu, mantan calon wakil presiden nomor urut 3 ini membandingkan jumlah menteri di Amerika Serikat (AS) yang hanya berjumlah 14. Dengan jumlah tersebut, pemerintah AS kemudian membaginya ke dalam beberapa direktur jenderal (dirjen). “Nah, bahkan dulu kami, saya, bersama Mbak Bivit , Bu Nema itu di Asosiasi Hukum Pengajar Tata Negara itu tahun 2019, itu rekomendasinya dikecilkan jumlah kementerian itu, bahkan kita mengatakan bahwa Kemenko itu tidak harus ada,” tuturnya.

Dengan demikian, Mahfud menegaskan bahwa urgensi penambahan jumlah menteri patut diragukan. Ia menyatakan langkah tersebut hanya akan membuka pintu-pintu bagi pejabat yang ingin melakukan korupsi. “Semangatnya membatasi jumlah-jumlah pejabat setingkat menteri karena semakin banyak itu semakin sumber korupsi, itu semua anggaran,” ujarnya.

Back to top button